Short Story | Sleep Well My Little Sister
======================= Title: Sleep Well My Little Sister
Author: GegeyysType: CerpenGenre: AngstRating: GMain Cast: - Abisali - Azifa ========================
Azifa Naifa Khaira adalah nama untuk
seorang gadis kecil. Mungkin lebih tepatnya seorang anak atau bocah, yang jelas
ia masih sangat belia. Seorang anak yang pada usianya masih harus berlari dan
terjatuh, menangis dan tertawa, merengek manja kemudian merasa senang hanya
karena sebatang permen. Ya, Azifa melakukannya. Setiap matahari terbit dari
ufuk timur hingga tenggelam dalam gulita malam, Azifah melakukannya setiap
pagi. Mengejutkan seisi rumah dengan kabar gembira bahwa ia telah bermimpi
indah atau menangis kecewa karena mengalami mimpi buruk. Hanya karena Azifa
yang selalu riang itu, begitu banyak yang menyayangi. Hanya karena ia masih
sangat muda maka ia harus seperti itu.
Azifa… gadis kecil bermata biru.
Siapa sangka bahwa gambaran indah tadi
hanyalah memori semu dari seorang yang tengah memerhatikannya dalam diam. Siapa
sangka semua fakta kebalikan tadi hanyalah kenangan tak pernah terjadi yang
terbangkit dari orang itu. Memerhatikan gadis kecil yang dengan begitu pilunya meronta
pada jenazah mengenaskan, membuat Abisali -kakaknya- tak bisa berpikir hal yang
lebih baik selain membangun puing-puing impian.
Beberapa sibuk menenangkan, sebagian
ikut merasa iba. Tapi bukan hanya Azifa saat itu, bukan pula hanya Abisali yang
hidupnya hancur sebagian. Namun ada banyak korban lain yang jatuh karena
pembantaian keji dari tentara musuh zionis. Ada banyak anak lain yang terkulai
lemah dan menangis, ada banyak darah, ada banyak air mata dan kegaduhan yang
terjadi disini. Semua terwarnai kekecewaan, kemarahan dan kesedihan mendalam.
Dan bukan hanya terjadi sekarang atau kemarin, tapi berpuluh tahun sebelum hari
ini semua terasa selalu berkabung.
Ketika
manusia menemui ajalnya, sesungguhnya saat itulah ia terbangun dari tidurnya
--Ali bin abi thalib--
“Abisali”
“Ya,,” jawab remaja
yang dipanggil Abisali itu, sedikit terkejut. Lamunannya pun buyar seketika itu.
“Bawalah adikmu
pulang, tenangkan ia seperti biasa. Kau yang terbaik setelah semua” ujar wanita
paruh baya sembari mengalihkan Azifa yang tengah tertidur di pangkuannya, mungkin
lelah karena seharian menangis.
Abisali menatap nyalang adiknya. Airmata menetes di kedua
pipinya menyentuh mulutnya dan terasa asin disana, tapi ia tidak mau menangis.
Maka dihapus jejak air matanya itu dan dengan segera menarik nafas panjang. Abisali
khawatir, jika Azifa tahu ia menangis itu mungkin akan memperburuk suasana.
Biar hanya Abisali yang menanggung perih karena menahan air mata. Biar sesakit
apa pun itu.
Sebenarnya sudah tiga bulan yang lalu. Orang tua Azifa dan
Abisali menjadi tawanan untuk tuduhan tak beralasan. Bersama banyak orang lain
di daerahnya, dan baru tadi pagi mereka semua diketahui syahid. Abisali tentu
bahagia kedua orang tuanya syahid. Namun kenyataan bahwa dirinya sendirian
membuatnya sangat terpukul. Terlebih Azifa yang jelas belum pantas untuk
mengalami hal seperti ini.
Walaupun kehilangan dan ditinggalkan terasa wajar sekarang,
Abisali tetap tidak rela membiarkan adiknya menanggung beban terlalu berat.
Meski dirinya pun bukan orang dewasa, meski masih remaja dan mungkin masih
termasuk golongan anak-anak. Namun kondisi kini membuat remaja berpendirian teguh
itu berpikir melebihi kapasitasnya, merasakan lebih dari yang seharusnya dan
menjadi seorang bijaksana lebih daripada usianya.
“Kakak,,”
gumam Azifa yang terbangun dari tidurnya.
“Tidurlah,
kita dalam perjalanan pulang” ujar Abisali menenangkan.
“Kakak,
mengapa Ummi dan Abi dibunuh?” Abisali hanya bisa terdiam mendengar lontaran
pertanyaan polos dari adiknya. Abisali yang biasanya punya segudang cara untuk
menghibur kini hanya termenung lirih, matanya memandangi langit yang masih biru
kala itu, begitu indah. Bahkan di tempat yang kacau balau seperti ini langit
masih saja indah. Meski bom dan rudal-rudal peluru yang mengancam tiap menit
berdatangan. Meski bau mesiu dan anyir darah merebak. Langit masih tetap biru.
Sungguh, Allah Maha Besar.
♦♦♦♦
Barang
siapa yang memenuhi janji tidak akan dikecam
Barang
siapa teguh dalam pendirian tidak akan goyah
Barang
siapa takut kematian maka kematian akan menguasainya
Walaupun
dia lari dengan menggunakan tangga menuju tujuh langit
-Umar
bin khattab-
Sungguh, kata-kata yang terlampau berat untuk seorang gadis
yang baru genap enam tahun, untuk seorang gadis yang pipinya masih merah
merekah, yang mulutnya masih penasaran untuk mencoba gula-gula manis dan susu
coklat, gadis yang kakinya masih lincah untuk melompat kesana kemari.
Kini gadis itu selalu membisu tatkala Abisali menyampaikan
kata-kata kesukaannya setiap malam dengan perangai lembut. Tatkala setiap
jemarinya mengusap rambut gadis kecil agar tenang dan tenggelam dalam mimpi
indah. Bermimpilah… yang indah. Karena mungkin itu adalah hal terbaik yang bisa
dilakukan untuk merasakan kebahagiaan terlihat. Meski fana, meski sementara,
meski bahkan tak masuk akal. Tapi seorang gadis kecil tak perlu tahu dan
memikirkan hal semacam itu. Gadis kecil tak perlu mencemaskan apa-apa, tak
perlu memikirkan apa-apa.
“Tolong,
jangan mencemaskan apapun” bisik Abisali dengan suara hampir tertelan.
“Aku tidak
bisa tidur lagi” rengek Azifa dipangkuannya.
“Kenapa?”
“Karena seringkali
ketika terpejam dan tidur, serangan tiba-tiba muncul dan kita harus berlari
untuk sembunyi. Kakak aku takut”
“Tak perlu
takut, kita sudah biasa menghadapinya bukan, di tempat ini akan begitu penuh
ancaman. Tapi jangan pernah khawatir tentang itu, hanya tidur dengan baik”
Azifa tidak lantas mengiyakan, beberapa menit kemudian
tatkala jemari Abisali mengelus lagi puncak kepala anak itu dengan penuh kasih
sayang membuatnya mengantuk dan melupakan perasaannya yang lalu “Baiklah” tuturnya.
Azifa terlelap, tentu setelah Abisali menuntunnya untuk
membaca doa pengantar tidur. Kapanpun itu, kapanpun serangan tiba dan merenggut
nyawanya. Sungguh Abisali sudah muak dengan semua. Sungguh, Abisali tidak takut
lagi.
Barang
siapa takut kematian maka kematian akan menguasainya
Walaupun
dia lari dengan menggunakan tangga menuju tujuh langit
♦♦♦♦
Sleep
well Azifa…
Sleep
well my little sister…
Meski
disini masih kacau, meski disini masih menyeramkan, kau harus tetap memiliki
mimpi indah, dan jika kita bisa melewati malam panjang ini dengan selamat dan
jika mentari pagi masih dapat kita rasakan. Bangunlah dengan wajah berseri dan
ceritakan padaku petualangan menarik yang kau alami.
“Allah
telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan
amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa
di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka,
sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap
menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan
barangsiapa tetap kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang
yang fasik.” (An-Nur: 55)
Inilah
negaraku, inilah potret kehidupan yang harus aku hadapi bersama Azifa dan
banyak orang lainnya di setiap menit bahkan detik. Ada banyak ketakutan disini,
ada lebih banyak lagi kesakitan. Namun kami yakin akan janji Allah perihal
kemenangan umat muslim yang pasti akan terwujud.
Harapan
tak lantas terkubur disini, kami masing-masing memiliki impian tentang masa
depan dan gambaran negara yang kami pilih. Meski harapan itu masih jauh dan
buram, meski rangkanya pun masih bias. Tapi kami takkan pernah menyerah begitu
saja.
Kami
memang tidak pernah menginginkan untuk hidup seperti ini, namun kami bangga
telah menjadi hamba Allah yang memperjuangkan agamanya. Percayalah, sehancur
apapun kami kelihatannya tapi semangat tengah membara dan akan
terus membara apa pun yang terjadi, sampai kapanpun.
-The
End-
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
cerpen yang cukup menarik...
ReplyDeleteTerimakasih ^^
ReplyDeletethanks ....like it...
ReplyDeletevisit me too^^